Tuesday, December 4, 2012

Bentuk - Bentuk Audio Visual


Bentuk-bentuk Audio visual (film)





Dosen : Nurman Hakim

Media Audio visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis Media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media yaitu media audio dan media visual. Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat audiovisual, media juga berfungsi sebagai penyalur pesan atau informasi.

 Media audio visual meliputi film atau tayangan-tayangan televise lainnya. Film sebagai media audio-visual adalah film yang bersuara. Televisi merupakan media yang menyampaikan pesan-pesan secara audio visual dengan disertai unsur gerak. Dilihat dari sudut jumlah penerima pesannya, televisi tergolong ke dalam media massa. 
Bentuk audio visual terbagi menjadi naratif dan non naratif. Yang dimaksud dengan naratif adalah tayangan yang bercerita dan sebaliknya non-naratif merupakan tayangan-tayangan yang biasanya tidak bernarasi. Contoh bentuk naratif yaitu seperti film layar lebar, film pendek, FTV, dan sinetron.

 Sedangan contoh bentuk non-naratif yaitu seperti dokumenter, berita, program televise (talk show, kuis), iklan, video klip. Ciri-ciri dari naratif adalah mempunyai hubungan sebab akibat yang jelas dan ada subjek yang ingin mencapai tujuannya.



Film televisi atau lebih sering dikenal sebagai FTV adalah jenis film yang diproduksi untuk televisi yang dibuat oleh stasiun televisi ataupun rumah produksi berdurasi 120 menit sampai 180 menit dengan tema yang beragam seperti remaja, tragedi kehidupan, cinta dan agama. Contoh FTV seperti Roti Cinta (Frame Ritz),

 Bekisar Merah (SCTV), Janji Rahasia (Frame Ritz), Pacarku 17 Tahun (Frame Ritz) . (www.wikipedia.com).
Sedangkan film layar lebar merupakan film yang berdurasi pendek dan ditayangkan di layar lebar / bioskop. Sinetron merupakan film yang mempunyai kelanjutan / mempunyai serial bersambung yang terjadwal. Sinetron ditayangkan di televise.





Documenter adalah film yang mendokumentasikan kenyataan atau keadaan yang sebenarnya. Film ini berdurasi pendek. Program televise seperti talkshow dan kuis merupakan program televise fiktif yang bertujuan untuk menghibur khalayak. Iklan merupakan tayangan yang nonpersonal bertujuan untuk mempersuasi atau menanamkan image dan citra kepada khalayak sasarannya sedangkan video klip adalah film pendek atau video yang mendampingi alunan music sebagai pelengkap lagu.


Di post oleh : Devy Chastely

Monday, December 3, 2012

AGENDA SETTING DAN FRAMING


AGENDA SETTING DAN FRAMING

Dasar pemikiran teori agenda setting  adalah di antara berbagai topik yang dimuat media massa, topik yang mendapat lebih banyak perhatian dari media akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya dan akan dianggap penting dalam suatu periode tertentu. Akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang mendapat perhatian media.





Setiap harinya media massa mempunyai kemampuan untuk menyeleksi dan memberikan penekanan terhadap beberapa topik. Redaksi menyeleksi berbagai informasi yang masuk berdasarkan prioritas pentingnya suatu informasi. Hal ini menyebabkan publik menerima topik tersebut sebagai topik yang penting bagi pemirsa / pembaca.
Agenda setting sendiri baru menunjukan keampuhannya jika agenda media menjadi agenda publik. Lebih hebatnya lagi jika agenda publik menjadi agenda kebijakan. Bernard C. Cohen (1963) mengatakan bahwa pers mungkin tidak berhasil banyak pada saat menceritakan orang-orang yang berpikir, tetapi berhasil mengalihkan para pemirsa dalam berpikir tentang apa.
Untuk membangun opini, kita dapat menggunakan media apa saja, tetapi jika tidak sejalan dengan selera publik, maka berita atau topic yang diulang berkali-kali belum tentu efektif.



Framing masih berkaitan denga agenda setting. Adanya proses framing ketika realitas berita yang ada tidak ditangkap dan ditulis sesuai dengan fakta, melainkan realitas sebaliknya dikonstruksi. Adanya framing mengakibatkan terciptanya makna yang berbeda di benak khalayak yaitu sesuai dengan apa yang disampaikan media.

Di post oleh : Albert Tamin

Sunday, December 2, 2012

Kapita Selekta dan Perbedaan Budaya


Dosen            : Andy Cory
Tema  : kapita selekta dan perbedaan budaya



Ditulis oleh: Regina Anggreani



Kapita selekta merupakan teori – teori atau konsep yang belum banyak dibahas di ilmu komunikasi seperti melakukan penelitian. Semua isu – isu yang berhubungan dengan interaksi manusia yang membutuhkan komunikasi dapat dibahas. Salah satunya adalah  ilmu komunikasi yang berkembang bagi masyarakat

·         Komunikasi kesehatan
interaksi antara dokter dengan pasien yang melibatkan komunikasi. Komunikasi itu banyak menggunakan teori – teori psikologi yang banyak di pelajari di ilmu komunikasi. Salah satu teori psikologi yang sering dipakai dalam komunikasi adalah teori SOR ( Stimulus Organism Response ). Teori ini memberi pengertian bahwa untuk memunculkan suatu tanggapan atau respon, didahului oleh rangsangan dan pemahaman orgaanisme / individu.
·         Komunikasi antar gender adalah komunikasi yang dilihat antar gender yang di sebabkan dari budaya. Perbedaan penggunaan gaya bahasa dan pandangan mengenai status sosial antara wanita dan pria berbeda.
·         Komunikasi militer adalah komunikasi yang  membahas isu – isu bersifat militer, politik, dan kenegaraan. Salah satunya yang membahas tentang perang dan sandi – sandi ( Code). Pemberitaan mengenai suatu kejadian dapat berbeda tergantung bagaimana pihak tersebut menyampaikannya. Pemberitaan dari media massa kadang – kadang memihak salah satu pihak. Contohnya adalah pemberitaan media massa A memihak pihak X sedangkan media massa B lebih intens memberitakan isu mengenai Y.

Komunikasi antar budaya adalah komunikasi antara dua orang atau pihak yang berbeda budaya. Komunikasi ini mencangkup lebih luas daripada sekedar pribadi atau personal karena mencangkup budaya yang terlibat. Salah satu contohnya adalah konflik budaya antar suku di Indonesia. Konflik tersebut awalnya bermula dari masalah personal, namun karena kebudayaan yang menempel pada orang tersebut member dampak kepada orang lain yang berbeda budaya, maka hal tersebut memicu konflik.





Konflik – konflik dapat dipicu karena berbagai hal, antara lain :
  • Sifat Etnosentrisme
Etnosentris adalah sikap yang menggangap budaya sendiri lebih baik daripada budaya lain, budaya dirinya paling benar dan paling bagus di bandingkan budaya lain.
Sifat seperti ini yang harusnya dihindari karena di Indonesia sendiri terdapat banyak sekali budaya yang berlainan. Perbedaan budaya ini harusnya tidak dijadikan akar konflik namun seharusnya digunakan secara positif untuk memperkaya warisan budaya bangsa.
Selain etnosentris, kita juga harus menghindari prasangka buruk dan stereotype yang buruk terhadap orang lain yang berbeda budaya. Stereotype adalah sikap dimana seseorang melakukan generalisasi mengenai sesuatu atau suatu budaya. Contohnya saat melihat orang dari wilayah tertentu, kita sudah berpikiran bahwa orang tersebut memiliki tabiat buruk seperti orang – orang lain yang sama sukunya dengan dia. Hal tersebut dapat menimbulkan konflik dan menghalangi hubungan baik yang mungkin terjalin.

Untuk menanggulangi stereotype, prasangka, dan sifat etnosentris, hal – hal berikut dapat dilakukan :
·         Pemahaman sejak kecil bahwa Indonesia dan seluruh belahan dunia ini memiliki  banyak suku dan budaya sehingga budaya satu dengan lainnya dapat saling menghargai dan tidak saling merendahkan.


  • Komunikasi antar budaya perlu ditingkatkan dengan harapan akan membangun hubungan baik antar 1 budaya dengan budaya lainnya.
  • Perbanyakan iklan – iklan layanan masyarakat yang mengingatkan untuk saling menghargai antar budaya agar tercipta kehidupan yang rukun dan saling menghargai.

KONGLOMERASI MEDIA DI INDONESIA


KONGLOMERASI MEDIA DI INDONESIA 



Dosen Tamu : Aminah Swarnawati



Menurut Dr. Eoin Devereux (2005) tentang media masa :

1. "Wadah" berkomunikasi antara sender dengan recover . 
2. Sebuah idustri atau organisasi.
3. Merupakan institusi yang memproduksi teks sebagai koomditas.
4. Agenda perubahan sosial dan global
5. Agen sosialisasi dan menjadi sumber yang sangat kuat.

Media merupakan alat yang bersifat menyampaikan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan para pemirsanya. Fugsi utama dari media itu sendiri adalah : Informasi, Hiburan, Edukasi dan Persuasi. Namun dari fungsi - fungsi tersebut hiburan menjadi prioritas utama karna mendatangkan banyak keuntungan bagi pemiliknya.

Benar media merupakan bentuk dari organisasi dan industri, menjadikan beberapa media menyiarkan conten yang lebih mendatangkan rupiah ketimbang mendidik atau melakukan persuasi politik terhadap pemirsanya. Oplag dan rating menjadi tujuan utama media masa dalam meraup nilai commercial break yang tinggi tanpa harus mementingkan conten siaran. Secara ukuran ekonomi oplag dan rating memang menjadi acuan kesuksesan sebuah media, namun bukan tolak ukur kualitas conten media.

Orientasi komersial dalam media terjadi ketika pemilik media mengukur keuksesan medianya dengan Oplag dan Rating. Karya jurnalistik sudah tidak menarik untuk digunakan menaikan oplag dan rating, Edukasi  pun sama. Maka hiburan adalah tambang emas bagi mereka untuk merauk banyak audiens.

Menurut Michael Janeway (seorang guru besar Colombia University) mengatakan : "Jurnalisme masa kini makin bergeser ke infotaiment akibat motif bisnis yang mengemuka dalam industri media." walhasil infotaiment (hiburan) bukan lagi "anak nakal atau penumpang gelap" jurnalisme, tapi "arus besar (mainstream) jurnalisme itu sendiri." Dengaan kecanduan pada tokoh, kecenderungan pada gosip, kedangkalan, obsesi pada konflik, darah dan airmata serta ketidak mampuan membantu publik mencerna masalah.

Penyebab terjadinya orientasi komersil media karena persaingan yang ketat dan dipengaruhi oleh kepemilikan media yang terpusat pada segelintir orang dan kelompok. Pada akhirnya kepemilikan media pada seglintir orang dan kelompok (grup) akan mengarah pada konglomerasi media. Apakah media di Indonesia sudah mengarah pada konglomerasi media ?



Jika kita melihat siaran televisi, maka kita akan menyadari bahwa ada beberapa televisi yang ternyata didominasi oleh satu group atau pemilik.Dari kalimat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa penggabungan beberapa media menjadi media yang besar disebut Konglomerasi Media.

Konglomerasi media memiliki dua dampak, baik positif maupun negatif.Namun banya kalangan menilai bahwa konglomerasi cenderung negatif karena hanya akan membatasi pemberitaan yang ada di media sesuai dengan apa yang menjadi visi misi si pemilik media tersebut.


Sebagai contoh adalah televisi yang ada di Indonesia yaitu Tv One dan Metro Tv. Saat pemberitaan kasus lumpur yang terjadi di Sidoarjo, Tv One memberitakan lumpur tersebut dengan menyebut Lumpu Sidoarjo, sedangkan Metro Tv menyebut kasus tersebut sebagai Lumpur Lapindo. Perbedaan penyebutan kata ini bukanlah semata-mata perbedaan biasa. Hal ini terjadi karena perbedaan kepemilikan. Tv One di miliki oleh perusahaan Bakrie Group sehingga tidak mungkin dalam Tv yang dimilikinya mengatakan bahwa lumpur tersebut terjadi akibat anak perusahaannya yaitu Lapindo Brantas. Sedangkan Metro Tv begitu blak-blakan menbuka kasus ini dikarenakan Metro Tv tidak ada urusan dengan kasus tersebut. Bahkan Metro Tv menilai bahwa Lapindo Brantas yang merupakan perusahaan Bakrie tersebut ikut berkontribusi sehingga lumpur tersebut muncul dan menenggelamkan sebagian daerah di Sidoarjo.

Kepemilikan berbagai macam perusahaan media massa, baik cetak, online, maupun elektronik, oleh satu konglomerat tertentu diyakini membatasi hak publik dalam memperoleh keberagaman informasi, pemberitaan, dan pandangan, yang sangat diperlukan dalam konteks berdemokrasi.



Ada 4 nama bos media yang boleh dibilang adu kuat di industri yang sarat modal tersebut. Sebut saja Chairul Tanjung (CT), Harry Tanoesoedibjo (HT), Aburizal Bakrie (AB), serta Surya Paloh (SP). Dari 4 nama tersebut, hanya SP yang belum memiliki media on line secara spesifik. Lalu, hanya CT dan AB yang belum memiliki media cetak. Sementara itu, keempat pengusaha ini sama-sama pemilik stasiun televisi. Khusus untuk HT, dialah bos media dengan koleksi bisnis paling lengkap. Mulai dari koran, majalah, radio, media on line, televisi, hingga televisi berlangganan ada di genggaman kelompok bisnisnya. HT dengan MNC Grup-nya boleh dibilang paling digdaya di jagad media elektronik Indonesia. Sementara itu AB, dengan aset yang dimilikinya saat ini merupakan sosok pemilik bisnis 3 layar.



Contoh Pengelompokan media di Indonesia : 

  • MNC Grup : RCTI, Global TV, dan MNC TV (TPI), Koran Sindo, Radio Dangdut TPI, MNC Sport, Trijaya (Sindo FM), Global Radio, Okezone.com, Sun TV, Indovision, Sindo TV, Majalah Trust, Majalah High n Teen dan MNC Life Blizt Megaplex)
  • VIVA Group : TVOne, ANTV dan VIVANews.com
  • Surya Citra  Media (SCM) : SCTV, Idosiar, O-Channel, dan Liputan6.com
  • Media Group : Metro TV, Media Indonesia, Lampung Pos (hotel papandayan) 
  • Trans Corp : Transs TV, Trans 7, Detik.com, Trans Studio (Para Group : Carrefour, Bank Mega, Pra Finance, Coffea Bean, Baskin Robbin, Mango, Seibu)
  • Berita Satu Media Holding bekerjasama dengan First Media dan Sitra wimax menaungi 12 media, a.l : Berita Satu.com, Jakarta Globe, Investor Daily, Suara Pembaruan, Campus Life dll.
  • Gramedia Group : Kompas Group (koran2 tersebar di berbagai daerah seluruh Indonesia dengan label Tribun, misal Tribun Pekanbaru), Tabloit Bola, Tabloit Nova, Kompas.com Kompas TV, Warta Kota. Kepemilikan di luar media : Grafiti Pers, Elek MEdia Komputido, Jaringan Toko Buku Gramedia, Trimedia Bookstore, Hotel Santika, Hotel Amaris, ELTI, UMN.
  • JAWAPOS GROUP : JPNN (Jawa Pos News Network - kantor berita, JPNN.com), JPMC (Jawa Pos Multimedia Center), Jawa Pos, Indo Pos, Rakyat MErdeka, Lampu Hijau, Koran Nonstop. Koran-koran lainnya di bawah grup POS seperti : Tangsel Pos, Riau Pos dan Koran dengan lebel RADAR seperti Radar Bogor, Radar Purwokerto, TV Lokal seperti : JTV di Jawa Timur, Riau TVdi Riau, Majalah RM, Tabloid Nyata dll. 


 KONGLOMERASI DAN DIVERSITY

Dalam konsteks diversity masyarakat dan media di Indonesia, UU Penyiaran Indonesia No. 32/ 2002 lahir atas 3 prinsip :

  •  Prinsip keterbukaan akses, partisipasi, serta perlindungan dan kontrol publik.
  • 2Prinsip keberagaman kepemilikan ( Deversity of ownership).
  • Prinsip keberagaman isi (deversity of content).
1. DEVERSITY KETERBUKAAN AKSES

  • Deversity jangkauuan siar : pasal 1, ayat 8, 11 dan 13, pasal 31 ayat 1 s/d 6.
  •  Deversity siaran (syndication) : pasal 40 ayat 1 s/d 4.
  • Etika moral menjada multikultural Indonesia : Pasal 46 ayat 1 s/d ppoint a,b,c.


2. DEVERSITY OF OWNERSHIP

  • Larangan monopoli dan mendukung perekonomian rakyat di era globalisasi : pasal 5 poin g dan h.
  • Jenis media dan lembaga penyelenggaraan : pasal 13 ayat 1 dan 2.
  • Diperbolehkan tumbuhnya Lembaga Penyiaran Publik (media lokal) tingkat kabupaten dan kota : pasal 14 ayat 14.
  • Kepemilika modal dalam lembaga peyiaran nasional, lokal, komuitas dan berlangganan : pasal 31 ayat 1 s/d 6.


3. DEVERSITY OF CONTENT

  • Pasal 36 ayat :
  1. Jeinis isi siaran dan ragam efeknya
  2. 60% wajib tayangan lokal
  3. Perlindunga bagi khalayak khusus :  anak-anak, remaja (waktu dan klasifikasi khalayak)
  4. Isi siaran netral, untuk kepentingan semua golongan.