KONGLOMERASI MEDIA DI INDONESIA
Dosen Tamu : Aminah Swarnawati
Menurut Dr. Eoin Devereux (2005) tentang media masa :
1. "Wadah" berkomunikasi antara sender dengan recover
.
2. Sebuah idustri atau organisasi.
3. Merupakan institusi yang memproduksi teks sebagai koomditas.
4. Agenda perubahan sosial dan global
5. Agen sosialisasi dan menjadi sumber yang sangat kuat.
Media merupakan alat yang bersifat
menyampaikan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan para
pemirsanya. Fugsi utama dari media itu sendiri adalah : Informasi, Hiburan,
Edukasi dan Persuasi. Namun dari fungsi - fungsi tersebut hiburan menjadi
prioritas utama karna mendatangkan banyak keuntungan bagi pemiliknya.
Benar media merupakan bentuk dari organisasi dan industri, menjadikan beberapa
media menyiarkan conten yang lebih mendatangkan rupiah ketimbang mendidik atau
melakukan persuasi politik terhadap pemirsanya. Oplag dan rating menjadi tujuan
utama media masa dalam meraup nilai commercial break yang tinggi tanpa
harus mementingkan conten siaran. Secara ukuran ekonomi oplag dan rating memang
menjadi acuan kesuksesan sebuah media, namun bukan tolak ukur kualitas conten
media.
Orientasi komersial dalam media terjadi ketika pemilik media mengukur keuksesan
medianya dengan Oplag dan Rating. Karya jurnalistik sudah tidak menarik untuk
digunakan menaikan oplag dan rating, Edukasi pun sama. Maka hiburan
adalah tambang emas bagi mereka untuk merauk banyak audiens.
Menurut Michael Janeway (seorang guru besar Colombia University) mengatakan
: "Jurnalisme masa kini makin bergeser ke infotaiment akibat motif bisnis
yang mengemuka dalam industri media." walhasil infotaiment (hiburan) bukan
lagi "anak nakal atau penumpang gelap" jurnalisme, tapi "arus
besar (mainstream) jurnalisme itu sendiri." Dengaan kecanduan pada tokoh,
kecenderungan pada gosip, kedangkalan, obsesi pada konflik, darah dan airmata
serta ketidak mampuan membantu publik mencerna masalah.
Penyebab terjadinya orientasi komersil media karena persaingan yang ketat dan
dipengaruhi oleh kepemilikan media yang terpusat pada segelintir orang dan
kelompok. Pada akhirnya kepemilikan media pada seglintir orang dan kelompok
(grup) akan mengarah pada konglomerasi media. Apakah media di Indonesia sudah
mengarah pada konglomerasi media ?
Jika kita melihat siaran televisi, maka kita akan menyadari
bahwa ada beberapa televisi yang ternyata didominasi oleh satu group atau
pemilik.Dari kalimat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa penggabungan
beberapa media menjadi media yang besar disebut Konglomerasi Media.
Konglomerasi media memiliki dua dampak, baik positif maupun
negatif.Namun banya kalangan menilai bahwa konglomerasi cenderung negatif
karena hanya akan membatasi pemberitaan yang ada di media sesuai dengan apa
yang menjadi visi misi si pemilik media tersebut.
Sebagai contoh adalah televisi yang ada di Indonesia yaitu Tv
One dan Metro Tv. Saat pemberitaan kasus lumpur yang terjadi di Sidoarjo, Tv
One memberitakan lumpur tersebut dengan menyebut Lumpu Sidoarjo, sedangkan
Metro Tv menyebut kasus tersebut sebagai Lumpur Lapindo. Perbedaan penyebutan
kata ini bukanlah semata-mata perbedaan biasa. Hal ini terjadi karena perbedaan
kepemilikan. Tv One di miliki oleh perusahaan Bakrie Group sehingga tidak
mungkin dalam Tv yang dimilikinya mengatakan bahwa lumpur tersebut terjadi
akibat anak perusahaannya yaitu Lapindo Brantas. Sedangkan Metro Tv begitu
blak-blakan menbuka kasus ini dikarenakan Metro Tv tidak ada urusan dengan
kasus tersebut. Bahkan Metro Tv menilai bahwa Lapindo Brantas yang merupakan
perusahaan Bakrie tersebut ikut berkontribusi sehingga lumpur tersebut muncul
dan menenggelamkan sebagian daerah di Sidoarjo.
Kepemilikan berbagai macam perusahaan media massa, baik cetak,
online, maupun elektronik, oleh satu konglomerat tertentu diyakini membatasi
hak publik dalam memperoleh keberagaman informasi, pemberitaan, dan pandangan,
yang sangat diperlukan dalam konteks berdemokrasi.
Ada 4 nama bos media yang boleh dibilang
adu kuat di industri yang sarat modal tersebut. Sebut saja Chairul Tanjung
(CT), Harry Tanoesoedibjo (HT), Aburizal Bakrie (AB), serta Surya Paloh (SP).
Dari 4 nama tersebut, hanya SP yang belum memiliki media on line secara
spesifik. Lalu, hanya CT dan AB yang belum memiliki media cetak. Sementara itu,
keempat pengusaha ini sama-sama pemilik stasiun televisi. Khusus untuk HT,
dialah bos media dengan koleksi bisnis paling lengkap. Mulai dari koran,
majalah, radio, media on line, televisi, hingga televisi berlangganan ada di
genggaman kelompok bisnisnya. HT dengan MNC Grup-nya boleh dibilang paling
digdaya di jagad media elektronik Indonesia. Sementara itu AB, dengan aset yang
dimilikinya saat ini merupakan sosok pemilik bisnis 3 layar.
Contoh Pengelompokan media di
Indonesia :
- MNC Grup : RCTI, Global TV, dan
MNC TV (TPI), Koran Sindo, Radio Dangdut TPI, MNC Sport, Trijaya (Sindo
FM), Global Radio, Okezone.com, Sun TV, Indovision, Sindo TV, Majalah
Trust, Majalah High n Teen dan MNC Life Blizt Megaplex)
- VIVA
Group : TVOne, ANTV dan VIVANews.com
- Surya
Citra Media (SCM) : SCTV, Idosiar, O-Channel, dan Liputan6.com
- Media
Group : Metro TV, Media Indonesia, Lampung Pos (hotel papandayan)
- Trans
Corp : Transs TV, Trans 7, Detik.com, Trans Studio (Para Group :
Carrefour, Bank Mega, Pra Finance, Coffea Bean, Baskin Robbin, Mango,
Seibu)
- Berita Satu Media Holding
bekerjasama dengan First Media dan Sitra wimax menaungi 12 media, a.l :
Berita Satu.com, Jakarta Globe, Investor Daily, Suara Pembaruan, Campus
Life dll.
- Gramedia Group : Kompas Group
(koran2 tersebar di berbagai daerah seluruh Indonesia dengan label Tribun,
misal Tribun Pekanbaru), Tabloit Bola, Tabloit Nova, Kompas.com Kompas TV,
Warta Kota. Kepemilikan di luar media : Grafiti
Pers, Elek MEdia Komputido, Jaringan Toko Buku Gramedia, Trimedia
Bookstore, Hotel Santika, Hotel Amaris, ELTI, UMN.
- JAWAPOS GROUP : JPNN (Jawa Pos
News Network - kantor berita, JPNN.com), JPMC (Jawa Pos Multimedia
Center), Jawa Pos, Indo Pos, Rakyat MErdeka, Lampu Hijau, Koran Nonstop.
Koran-koran lainnya di bawah grup POS seperti : Tangsel Pos, Riau Pos dan
Koran dengan lebel RADAR seperti Radar Bogor, Radar Purwokerto, TV Lokal
seperti : JTV di Jawa Timur, Riau TVdi Riau, Majalah RM, Tabloid Nyata
dll.
KONGLOMERASI
DAN DIVERSITY
Dalam konsteks diversity masyarakat
dan media di Indonesia, UU Penyiaran Indonesia No. 32/ 2002 lahir atas 3
prinsip :
- Prinsip keterbukaan
akses, partisipasi, serta perlindungan dan kontrol publik.
- 2Prinsip keberagaman
kepemilikan ( Deversity of ownership).
- Prinsip keberagaman isi
(deversity of content).
1. DEVERSITY KETERBUKAAN AKSES
- Deversity jangkauuan siar :
pasal 1, ayat 8, 11 dan 13, pasal 31 ayat 1 s/d 6.
- Deversity siaran
(syndication) : pasal 40 ayat 1 s/d 4.
- Etika moral menjada
multikultural Indonesia : Pasal 46 ayat 1 s/d ppoint a,b,c.
2. DEVERSITY OF OWNERSHIP
- Larangan monopoli dan mendukung
perekonomian rakyat di era globalisasi : pasal 5 poin g dan h.
- Jenis media dan lembaga
penyelenggaraan : pasal 13 ayat 1 dan 2.
- Diperbolehkan tumbuhnya Lembaga
Penyiaran Publik (media lokal) tingkat kabupaten dan kota : pasal 14 ayat
14.
- Kepemilika modal dalam lembaga
peyiaran nasional, lokal, komuitas dan berlangganan : pasal 31 ayat 1 s/d
6.
3. DEVERSITY OF CONTENT
- Jeinis isi siaran dan ragam
efeknya
- 60% wajib tayangan lokal
- Perlindunga bagi khalayak
khusus : anak-anak, remaja (waktu dan klasifikasi khalayak)
- Isi siaran netral, untuk
kepentingan semua golongan.